Asosiasi Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan (ADPK) menggelar webinar nasional dengan tema “Budaya Demokrasi dalam Perspektif Kearifan Lokal pada Pemilu 2024” pada Selasa, 20 Februari 2024 pukul 14.00 – 17.30 WIB. Webinar ini bertujuan untuk menggali dan mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal yang dapat menjadi sumber inspirasi dan solusi bagi pembangunan demokrasi di Indonesia, khususnya pasca Pemilu 2024.
Webinar ini menghadirkan keynote speaker Prof. Dr. Sarkadi, M.Si., Ketua ADPK Nasional sekaligus Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Negeri Jakarta. Selain itu, webinar ini juga menghadirkan enam narasumber yang merupakan dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, yaitu Prof. Dr. Sarbaini, M.Pd. (Guru Besar Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan), Prof. Dr. Fatimah, M.Hum. (Guru Besar Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan), Andi Ruhban, S.S.T., M.Kes. (Dosen Poltekkes Kemenkes, Makassar), Ema Prastya Kustanti, M.Pd. (Dosen Universitas Antakusuma, Kalimantan Tengah), Dr. Abdul Haris Fatgehipon, M.Si. (Mantan Rektor Universitas Iqra Pulau Buru, saat ini Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta), dan Silmi Kapatan Inda Robby, M.Pd. (Dosen Tetap Politeknik Al-Islam Bandung). Webinar ini dimoderatori oleh Saryono, M.Pd. (Dosen Universitas Kusumanegara, Jakarta).
Webinar ini diikuti oleh sekitar 250 peserta yang terdiri dari dosen, mahasiswa, guru, praktisi, dan masyarakat umum yang tertarik dengan topik webinar. Peserta webinar mengikuti sesi presentasi, diskusi, dan tanya jawab melalui aplikasi Zoom Meeting. Webinar ini juga disiarkan secara langsung melalui akun YouTube ADPK.
Dalam webinar ini, para pembicara menyampaikan berbagai pandangan dan pengalaman tentang bagaimana kearifan lokal dapat menjadi modal sosial untuk memperkuat budaya demokrasi di Indonesia. Kearifan lokal adalah pengetahuan, nilai-nilai, norma, dan tradisi yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat lokal, yang menjadi kekayaan budaya bangsa. Kearifan lokal dapat menawarkan nilai-nilai seperti toleransi, kerjasama, keterbukaan, keadilan, dan kesejahteraan yang esensial untuk kehidupan bermasyarakat yang harmonis dan inklusif.
Salah satu narasumber yang mengisi webinar ADPK tentang Budaya Demokrasi dalam Perspektif Kearifan Lokal pada Pemilu 2024 adalah Silmi Kapatan Inda Robby, M.Pd., dosen Politeknik Al-Islam Bandung. Dalam paparannya, ia mengungkapkan nilai-nilai karakter kearifan lokal sunda yang dapat menjadi modal sosial untuk memperkuat budaya demokrasi di Indonesia.
Menurut Silmi, kearifan lokal Sunda adalah pengetahuan, nilai-nilai, norma, dan tradisi yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Sunda, yang mayoritas mendiami wilayah Jawa Barat dan Banten. Kearifan lokal Sunda menjadi pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan berbagai strategi dengan wujud aktivitas yang dilakukan masyarakat lokal.
Silmi menjelaskan bahwa kearifan lokal sunda dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti nukilan, tritangtu, dan rumah bambu. Nukilan adalah kutipan atau peribahasa yang berisi petuah atau nasihat hidup yang bersumber dari naskah klasik atau sumber tertulis lainnya. Tritangtu adalah sistem tiga hal yang pasti, yaitu Batara Tunggal, Batara Keresa, dan Batara Bima Karana, yang menjadi pedoman hidup masyarakat Sunda dalam hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam. Rumah bambu adalah jenis rumah adat Sunda yang terbuat dari bahan alami, seperti bambu, kayu, dan ijuk, yang memiliki nilai estetika, ekonomi, dan ekologi.
Silmi memberikan beberapa contoh nilai-nilai karakter kearifan lokal sunda yang dapat menjadi inspirasi dan solusi bagi pembangunan budaya demokrasi di Indonesia, yaitu:
Nukilan sunda mengajarkan nilai-nilai moral, etika, dan kesantunan yang dapat membentuk karakter generasi milenial. Contohnya, nukilan “Bageur ka semah, bageur ka hayu” yang berarti “Baik kepada tamu, baik kepada tetangga”. “Indung suku gé moal dibéjaan” yang berarti “Ibu jari pun tak akan diberi tahu” mengajarkan tentang komitmen dan tanggung jawab dalam menjaga rahasia.
Nukilan sunda mencerminkan pandangan hidup, moto, dan ungkapan-ungkapan tradisional Sunda yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Contohnya, nukilan “Dikungkung teu diawur, dicangcang teu diparaban” yang berarti “Dikurung tidak dirawat, diikat tidak diberi makan” menunjukkan adanya kritik terhadap perlakuan tidak adil dan tidak manusiawi.
Nukilan sunda menunjukkan sikap terbuka, toleran, dan menghargai perbedaan pendapat dalam berinteraksi dengan orang lain. Contohnya, nukilan “Silih asah, silih asuh, silih asih” yang berarti “Saling mengasah kemampuan, saling mengasuh kesejahteraan, dan saling mengasihi sesama” menggambarkan semangat gotong royong dan kekeluargaan.
Silmi menambahkan bahwa nilai-nilai karakter kearifan lokal sunda tersebut dapat merepresentasikan perilaku ideal sikap moral warga negara, yang meliputi tiga muatan utama pendidikan kewarganegaraan, yaitu: (1) Civic Knowledge, yaitu pengetahuan tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta sistem dan proses demokrasi; (2) Civic Skill, yaitu keterampilan berpikir kritis, berkomunikasi, dan bekerja sama dalam kehidupan bermasyarakat; dan (3) Civic Disposition, yaitu sikap dan nilai yang mendukung demokrasi, seperti toleransi, partisipasi, dan tanggung jawab.
Webinar ini mendapat respons positif dari para peserta, yang menyatakan bahwa webinar ini sangat bermanfaat dan menambah wawasan mereka tentang kearifan lokal dan budaya demokrasi. Para peserta juga berharap bahwa webinar ini dapat menjadi awal dari kerjasama dan sinergi antara ADPK dan berbagai pihak yang peduli dengan pembangunan demokrasi di Indonesia.* (Humas)